Serba-serbi

Guru oh Guru…riwayatmu kini

JARUM jam menunjukkan pukul 14.00 WIB. Hari Kamis (6/11) siang itu di sebuah sekolah swasta di Pekanbaru, saya melihat aktivitas para guru-gurunya dalam mengajar murid. Kelas eksak yang ruangnya terletak di pojok gedung tenang. Hanya terdengar suara guru menerangkan pelajaran, sedangkan murid-muridnya menyimak dengan seksama. teach

Sementara itu, sapaan ramah para murid yang melintas di luar kelas menggambarkan begitu hormatnya mereka pada para pendidiknya itu. Saat Tribun bertandang ke sekolahan di Sukajadi itu, bertepatan dengan adanya pergantian mata pelajaran. Tampak beberapa murid keluar kelas dan gurunya pun sibuk bergantian tugas.

Kondisi tersebut tentunya bukan hal yang aneh, karena biasa juga terjadi di sekolahan-sekolahan. Yang membedakan hanyalah semangat para gurunya dalam bertugas ditengah-tengah dilema yang menanti mereka karena tunjangan transportasi guru swasta di Pekanbaru akan dihentikan pada tahun 2009.

Wati, guru mata pelajaran Biologi sekaligus wakil kepala sekolah SMA Plus Bina Bangsa turut berbagi kisah kepada Tribun. “Memang ada yayasan yang kondisinya bagus, tapi tidak sedikit yayasan yang tidak terlalu kuat secara finansial,” ujarnya.

Di tempat kerjanya sendiri contohnya, gaji guru masih di bawah UMR Kota Pekanbaru. Padahal mereka mengkaryakan tenaga-tenaga lulusan sarjana. Di yayasan (swasta) pada umumnya menetapkan syarat guru minimal lulusan sarjana (S1), dan standar ini sebenarnya lebih tinggi dibanding negri yang masih menerima lulusan pendidikan keguruan. “Jadi sebenarnya untuk kualitas pengajarnya, sekolah swasta tidak kalah dengan yang negri. Bahkan kami semuanya lulusan sarjana,” ungkap Wati.

Namun ironisnya, kondisi guru swasta bagaikan langit dengan bumi jika dibandingkan guru negri. “Guru negri berada di atas, kami ini di bawah,” katanya. Contohnya dari segi gaji, untuk guru PNS ada kenaikan gaji sebesar 100 persen. Tapi guru swasta, justru tunjangan transportasi yang besarnya Rp 300 ribu per bulan saja malah terancam akan dihapuskan.

Meskipun jumlahnya Rp 300 ribu, akan tetapi angka itu sangat berarti untuk guru swasta seperti Wati dan teman-temannya. Mereka selama ini mendapatkan gaji yang jauh dari UMR. “Gaji kami tidak sampai 500 ribu rupiah, padahal pekerjaan kami bisa dikatakan lebih banyak dari mereka yang di negri,” ujarnya. Malahan untuk guru swasta yang statusnya masih guru honor, mereka harus rela menerima Rp 250 ribu saja per bulannya.

Yang bisa membuat Wati dan 21 rekannya yang lain adalah adanya kebijakan dari pihak yayasan mereka. “Pihak yayasan memberikan kebijakan kepada guru-gurunya untuk boleh melakukan pekerjaan lain di luar sekolahan. Tapi syaratnya tidak boleh sampai mengesampingkan tugas membina anak-anak di sekolah ini,” terang Wati.

Dengan tunjangan transportasi, sudah barang tentu mereka sangat terbantu. Bahkan dengan tunjangan itu setidaknya para guru swasta bisa mengurangi satu pekerjaan sampingan lainnya yang terkadang membuat tubuh lelah dan beresiko mengganggu kelancaran tugas sehari-hari mengajar siswa. Namun jika dihapuskan, tentu saja harus mencari pekerjaan sampingan lagi.

Pekerjaan sampingan ini jelas sangat dibutuhkan mengingat kebutuhan hidup sehari-hari yang kian hari kian melambung. Misalnya mencari tambahan dengan mengajar les privat atau menjadi dosen pembantu di perguruan tinggi. Wiwied, contohnya, yang rela menghabiskan waktu usai mengajar di sekolahan dengan mengisi les privat di luar sekolahan.

Kalau tidak mau melakukannya, dari mana lagi ia memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Gaji per bulan dari yayasan jelas tidak cukup.”Yah, hanya orang yang masih punya idealis yang bisa bertahan menjadi guru swasta,” ungkap Wiwied. (ans)

Satu tanggapan untuk “Guru oh Guru…riwayatmu kini

  1. hebatt..!!
    kebetulan saya pun bersekolah di SMA ini..
    dan saya merasa bangga dengan sekolah ini..
    wlaupun bnyak yg blang sekolah ini adlah skolah kecil… gak terkenal..

    tpi.. apapun kata mereka..
    saya tetap BANGGA dengan sekolah ini..!!!

Tinggalkan Balasan ke yudha_ramadhan Batalkan balasan